MENGINGAT
TRAGEDI’98
Oleh :
Untuk
pertama kalinya dalam seumur hidup saya bakal ikut memilih di Pemilu Legislatif
pagi nanti, semua karena alasan pribadi. Pertama kali saya merusak surat suara
alias golput itu saat menjadi pemilih pemula pada 1997, saat Orde Baru mulai
hamil tua. Pilihannya cuma 2 parpol (PDI, PPP) dan 1 golongan (Golkar), butut
semuanya! Dari sebelum nyoblos pun kita udah tau Golkar pemenangnya. Akhirnya
pas masuk bilik suara, saya coblos ketiga logo partainya. Saya masih inget
banget, bahkan surat suaranya warna kuning, Golkar!
Gak
lama setelah pemilu, krisis moneter menghajar Indonesia! Dollar AS meroket,
banyak PT bangkrut, ledakan pengangguran, masyarakat resah. Di kampus saya
dulu, Univ Moestopo, mulai marak demo
mahasiswa, semuanya gak boleh keluar kampus oleh polisi, mimbar bebas di kampus
aja. Perlawanan mahasiswa kepada Soeharto yang sudah berkuasa otoriter selama
30 tahun itu bersifat gerilya, salah satunya via pers mahasiswa. Saat itu
siapapun yg berani melawan Soeharto pasti akan digebuk habis-habissan atau
diculik oleh tentara-tentara loyalisnya.
Kita
selalu parno kalo setiap kali pulang kuliah melihat ada mobil Toyota Hardtop dg
4-5 orang intel gondrong parkir depan kampus. Karena cerita dari kawan2 kampus
lain, para intel/tentara penculik para aktivis mahasiswa yg anti-Soeharto ini
selalu naik Hardtop. Jenderal-jendral penjaga rejim Soeharto dulu adalah yang sekarang
bercokol sebagai Presiden dan juga Capres sekarang ini (SBY, Wiranto, Prabowo, dsb). Prabowo yg saat itu Danjen Kopassus
adalah juga mantu Soeharto, suami Titik, otomatis karirnya di militer meroket.
Karena itu juga, Prabowo mendapat instruksi dari “atasan” untuk membentuk Tim Mawar yang terdiri dari anggota Kopassus,
kerjaannya menculik aktivis-aktivis mahasiswa.